BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kebanyakan penyakit bakerial dimulai dengan kolonisasi bakteri.
Pengecualian terhadap cara ini adalah pada bakteri yang menyebabkan penyakit
dengan menghasilkan eksotoksin ketika perkembangannya. Eksotoksin teringesti
dan bertanggungjawab terhadap gejala penyakit. Bakteri penyebab toksin
merupakan salah satu bakteri yang dapat membawa dampak terhadap masalah
kesehatan dan kerugian ekonomi terutama disebabkan oleh diare, nekrotik
enteritis, hepatitis, dan renitis. Untuk mendapatkan metode pengendalian dan
pencegahan infeksi suatu penyakit haruslah diketahui interaksi antara agen
penyebab infeksi dengan hospes.
Masalah kesehatan sampai
saat ini, merupakan masalah yang cukup serius untuk ditangani terutama penyakit
yang disebabkan oleh bakteri. Seperti halnya bakteri Staphylococcus aureus yang
banyak ditemukan padapada tubuh manusia, seperti di ingus, dahak, tangan,
kulit, luka terinfeksi, bisul dan jerawat, serta pada feses dan rambut. Lebih
jauh, keberadaan bakteri ini, justru diperkirakan terdapat pada 20 persen orang
dengan kondisi kesehatan yang tampaknya baik.
Sementara itu, makanan
dapat terkontaminasi bakteriStaphylococcus ini adalah setelah proses
pemasakan, dari pekerja yang terinfeksi. Adapun jenis makanan yang dapat menjadi
sumber infeksi adalah makanan hasil olahan daging/unggas, ham, krim, susu,
keju, saus, kentang, ikan dan telur masak, serta makanan dengan kandungaan
protein yang tinggi lainnya.
Secara umum, bakteri ini
tidak tahan panas. Namun, racun yang dihasilkannya sangat tahan panas, sehingga
tidak dapat dihancurkan dengan pemanasan yang biasa digunakan pada pemasakan.
Bahayanya, racun tersebut biasanya tidak menyebabkan perubahan tekstur, warna,
bau, kenampakan, ataupun perubahan rasa makanan, sehingga tidak dapat terlihat
secara fisik. Kondisi seperti inilah yang sering kali mengecohkan konsumen.
Oleh karena itu, masalah
mengenai penyakit bakteri sangat perlu dilakukan suatu penelitian penelitian
sehingga dapat mengetahui apa obat dari bakteri pathogen tersebut yang dapat
merusak kesehatan masyarakat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Staphylococcus aureus ?
2.
Bagimana
struktur dari Staphylococcus aureus ?
3.
Bagimana
Patogenitas dari Staphylococcus aureus ?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mekanisme dan
dampak dari Bakteri Staphylococcus aureus bagi
tubuh manusia !
D. Manfaat
Penulisan
Adapun
manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah sebagai berikut :
1.
Untuk
memberikan wawasan kepada kami penulis dan khususnya bagi pembaca makalah ini
agar mendapat pemahaman yang cukup mengenai Bakteri Staphylococcus aureus
dan dampak bakteri tersebut terhadap tubuh manusia.
2.
Sebagai
wahana untuk mengetahui mekanisme dari Bakteri Staphylococcus aureus
dalam tubuh manusia, sehingga dapat menyebabkan penyakit.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus
aureus merupakan
bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora dan mampu membentuk
kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur.
Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media
agar, Staphylococcusmemiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni berwarna
kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat
kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa kelompok antigen
dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan
N-asetilglukosamin.
Staphylococcus
aureus adalah
bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang mampu menfermentasikan manitol dan
menghasilkan enzim koagulase, hyalurodinase, fosfatase, protease dan
lipase. Staphylococcus aureus mengandung lysostaphin yang dapat
menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus
aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan apsilon. Toksin lain
ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim dapat
menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran pencernaan.
Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan menurun.
Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda kulit
terkena luka bakar.
Staphylococcus
aureus adalah
bakteri bola berpasang-pasangan atau berkelompok seperti buah anggur dengan diameter
antara 0,8 mikron-1,0 mikron, non motil, tidak berspora dan bersifat gram
positif. Namun kadang-kadang ada yang bersifat gram negatif yaitu pada bakteri
yang telah difagositos atau pada biakan tua yang hampir mati.
Menurut SNI 01-3141-1998,
jumlah cemaran mikroba total yang diperbolehkan maksimal 1 x 106 CFU/ml susu
dan sel somatik maksimal 4 x 104 sel/ml susu.
Menurut SNI 01-3553-1996
jumlah mikroba aerob maksimal dalam air yang layak minum adalah 1,0 x 105
CFU/ml dan E.coli patogen 0 CFU/100 ml. SNI 01-6366-2000
mensyaratkan pemeriksaan TPC perlu dilakukan untuk mengetahuikualitas
susu. Jumlah TPC >106 cfu/ml menyebabkan mikroba cepat berkembang
dan toksin sudah terbentuk.
B.
Struktur Bakteri
Struktur
bakteri atau struktur metaboliknya terbagi atas sebagai berikut :
a.
Metabolik
eksotoksin
Kebanyakan toksin protein dipanggil
eksotoksin kerana ia dibebaskan dari bakteria dan bertindak ke atas sel hos
jauh dari tempat ia dihasilkan. Enterotoksin ialah satu kumpulan eksotoksin
yang lazimnya bertindak ke atas saluran gastrousus. Kebanyakan eksotoksin
dihasilkan semasa fasa eksponen pertumbuhan dan penghasilannya adalah spesifik
untuk sesuatu strain. Toksin bakteria adalah antara racun paling kuat yang
diketahui. Toksin-toksin protein mempunyai persamaan ciri dengan enzim dan amat
spesifik terhadap substrat tertentu serta mekanisme tindakan masing-masing.
Substrat ini mungkin terdiri dari komponen sel tisu, organ atau kecair tubuh.
Eksotoksin bersifat antigenik.
Artinya, secara in vivo, aktivitasnya dapat dinetralkan oleh antibody yang
spesifik untuk eksotoksin tersebut. Beberapa eksotoksin memiliki aktivitas
sitotoksik yang sangat spesifik. Misalnya, toksin botulin yang hanya menyerang
syaraf. Beberapa eksotoksin yang lain memiliki spektrum aktivitas yang lebih
lebar dan menyebabkan kematian (nekrosis) dari beberapa sel dan jaringan (non
spesifik) misalnya toksin yang diproduksi oleh staphylococci, streptococci,
clostridia, dan sebagainya. Toksin dengan spektrum aktivitas yang lebar ini
biasanya merusak membran sel inang dan menyebabkan kematian sel karena
terjadinya kebocoran isi sel.Sitotoksin menyebabkan kerusakan secara
intraseluler (didalam sitoplasma sel inang).
b.
Metabolik
Endotoksin
Endotoksin
adalah sebahagian dari dinding sel luar bakteria dan biasanya dikaitkan dengan
bakteria Gram negatif kerana ia membentuk komponen membran luar sel bakteria
tersebut. Aktiviti biologi endotoksin dikaitkan dengan lipopolisakarid (LPS).
Ketoksikan LPS bergantung kepada komponen lipid A dan keimunogenan bergantung kepada
komponen polisakarid. Antigen dinding sel (antigen O) bakteria Gram negatif
merupakan komponen LPS. LPS sering terlibat dalam proses patologi bakteria Gram
negatif. Struktur dinding sel bakteria Gram negatif ditunjukkan dalam rajah
berikut:
Bakteria
Gram negatif membebaskan kuantiti kecil endotoksin dalam bentuk larut tetapi
sebahagian besarnya tergabung kepada sel dan dibebaskan apabila sel itu
menjalani lisis. Jika dibandingkan dengan eksotoksin bakteria, endotoksin jauh
kurang toksik dan kurang spesifik dalam tindakannya (kerana ia tidak bertindak
sebagai enzim). Endotoksin adalah stabil haba (30 min, 100C).
C.
Patogenitas
Sebagian bakteri Staphylococcus
aureus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernapasan, dan
saluran pencernaan pada manusia. Bakteri ini juga ditemukan di udara dan
lingkungan sekitar Staphylococcus aureus yang
patogen bersifat infasi, menyebabkan hemolisi, membentuk koagulase, dan mampu
meragikan manitol.
Infeksi Staphylococcus
aureus di tandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses
bernanah. Beberapa penyakit infeksi yamh disebabkan Staphylococcus aureus adalah jerawat, bisul, impetigo dan
infeksi luka. Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis,
plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. Staphylococcus aureus juga dapat
menyebabkan utama infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok
toksik.
Bisul atau abses setempat, seperti jerawat dan borok
merupakan infeksi kulit di daerah folikel rambut, kelenjar sebasea atau
kelenjar keringat. Mula-mula terjadi nekrosis jaringan setempat, lalu terjadi
kougulasi fibrin di sekitar lesi dan pembuluh getah bening, sehingga membentuk
dinding yang membatasi oroses nekrosis. Infeksi dapat menyebar ke bagian tubuh
lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga terjadi
peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterikimia. Bakterikimia dapat
menyebabkan terjadinya endokarditis osteomielitis akut hematogen, meningitis
atau infeksi paru-paru.
Kontaminasi Langsung Staphylococcus
aureus pada luka terbuka (seperti luka pasca bedah) atau infeksi
setelah trauma (seperti osteomilitis kronis setelah fraktur terbuka) dan
meningitis setelah fraktur tengkorak, merupakan penyebab infeksi nosokomial.
Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin
dari Staphylococcus aureus. Waktu
onset dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan
tubuh dan banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan
keracunan adalah 1,0 µg/gr makanan. Gejala keracunan ditandai dengan rasa mual,
muntah-muntah dan diare yang hebat tanpa disertai demam.
Sindroma Syok Toksik (SST) pada infeksi Staphylococcus aureus timbul secara
tiba-yiba dengan demam yang tinggi, muntah, diare, mielgia, ruam dan hipotensi,
dengan gagal jantung dan dinjal pada kasus yang berat. SST sering terjadi dalam
lima hari permulaan haid pada wanita muda yang menggunakan tampon atau pada
anak-anak dan pria dengan luka yang terinfeksi Staphylococcus aureus, dapat diisolasi dari vagina, tampon atau
luka infeksi lainnya, tetapi praktis tidak ditemukan dalam aliran darah.
D.
Morfologi Staphylococcus aureus
Bentuknya bulat atau
lonjong (0,8 sampai 0,9), jenis yang tidak bergerak, tidak berspora dan gram
positif. Tersusun dalam kelompok seperti buah anggur. Pembentukan kelompok
ini terjadi karena pembelahan sel terjadi dalam tiga bidang dan sel anaknya
cenderung dekat dengan sel induknya. Bersifat aerob dan tumbuh baik pada
pembenihan yang sederhana pada temperatur optimum 37oC dan pH 7,4.
Merupakan salah satu bakteri yang cukup kebal diantara mikroorganisme yang
tidak berspora tahan panas pada suhu 60oC selama 30 menit, tahan terhadap fenol
selama 15 menit.
Scientific
Classificatin
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : S. Aureus
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Order : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Species : S. Aureus
Bentuknya Coccus/bulat, Ukurannya
berdiameter 0,8-1 µm Susunannya 2-2, 4-4, bergerombol seperti buah
anggur.
E.
Faktor Virulensi Staphylococcus aureus
S. aureus dapat menimbulkan
penyakit melalui kemampuannya tersebar
luas
dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai
zat yang
berperan sebagai faktor
virulensi dapat berupa
protein, termasuk enzim
dan
toksin, contohnya :
1. Katalase
Katalase
adalah enzim yang berperan pada daya tahan bakteri terhadap proses
fagositosis. Tes adanya
aktivi tas katalase menjadi
pembeda g enus Staphylococcus
dari Streptococcus (Ryan et al., 1994; Brooks et al., 1995).
2. Koagulase
Enzim ini
dapat menggumpalkan plasma oksalat
atau plasma sitrat,
karena adanya faktor
koagulase reaktif dalam
serum yang bereaksi
dengan enzim tersebut. Esterase
yang dihasi lkan dapat
meningkatkan aktivitas
penggumpalan, sehingga terbentuk
deposit fibrin pada
permukaan sel bakteri yang dapat menghambat fagositosis
(Warsa, 1994).
3. Hemolisin
Hemolisin merupakan
toksin yang dapat
membentuk suatu zona
hemolisis di sekitar koloni
bakteri. Hemolisin pada S. aureus terdiri dari
alfa hemolisin, beta hemolisisn,
dan delta hemolisisn.
Alfa hemolisin adalah
toksin yang bertanggung jawab
terhadap pembentukan zona
hemolisis di sekitar
koloni S. aureus pada medium
agar darah. Toksin
ini dapat menyebabkan
nekrosis pada kulit hewan
dan manusia. Beta hemolisin
adalah toksin yang
terutama dihasilkan Stafilokokus yang
diisolasi dari hewan,
yang menyebabkan lisis pada
sel darah merah
domba dan sapi.
Sedangkan delta hemolisin
adalah toksin yang dapat melisiskan sel darah merah manusia dan
kelinci, tetapi efek lisisnya kurang terhadap sel darah merah domba (Warsa,
1994).
4. Leukosidin
Toksin ini
dapat mematikan sel
darah putih pada
beberapa hewan. Tetapi perannya dalam
patogenesis pada manusia
tidak jelas, karena Stafilokokus patogen tidak
dapat mematikan sel-sel darah
putih manusia dan
dapat difagositosis (Jawetz et al., 1995).
5. Toksin eksfoliatif
Toksin ini
mempunyai aktivitas proteolitik
dan dapat melarutkan matriks mukopolisakarida epidermis,
sehingga menyebabkan pemisahan
intraepitelial pada ikatan sel di stratum granulosum. Toksin
eksfoliatif merupakan penyebab Staphylococcal
Scalded Skin Syndrome,
yang ditandai dengan
melepuhnya kulit (Warsa, 1994).
6.
Toksin Sindrom Syok Toksik
(TSST)
Sebagian besar
galur S. aureus yang diisolasi
dari penderita sindrom syok toksik
menghasilkan eksotoksin pirogenik.
Pada manusia, toks in
ini menyebabkan demam, syok,
ruam kulit, dan gangguan
multisistem organ dalam tubuh
(Ryan, et al., 1994; Jawetz et al., 1995).
7. Enterotoksin
Enterotoksin
adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di
dalam usus. Enzim
ini merupakan penyebab
utama dalam keracunan makanan, terutama
pada makanan yang
mengandung karbohidrat dan
protein (Jawetz et al., 1995).
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
F. Pengujian-pengujian Bakteri
Staphyllococus aureus
a. Menggunakan
Media MSA (Manitol Salt Agar)
Spesimen
mula-mula ditanam pada media tryprone Hewit
broth (THB), diikubasikan pada suhu 37°C, selama 24 jam.Koloni bakteri
yang tumbuh pada media THB ditanam ulang ke Plat Agar Darah dan diikubasikan
pada suhu 37°C selama 24 jam. Koloni bakteri yang bersifat mukoid selanjutnya
ditanam ulang pada media manitol salt agar (MSA) pada suhu 37°C,
selama 24 jam. Adanya koloni S. aureus ditandai
dengan perubahan warna media MSA dari merah menjadi kuning.
b.
Uji
Katalase
Selama
respirasi aerobik (proses fosforilasi oksidatif) mikroorganisme yang
menghasilkan peroksida, bahkan ada yang menghasilkan superoksida yang sangat
beracun. Senyawa ini dalam jumlah besar dapat menyebabkan kematian pada
mikroorganisme. Senyawa ini dihailkan oleh mikroorganisme aerobik fakultatif
aerob maupun mikroaerofilik yang menggunakan jalur respirasi aerobik. Satu
ose dari koloni berwarna kuning dari media MSA dicampur dengan enzim katalase
pada kaca objek. Adanya S. aureus
ditandai terbentuknya gelembung gas
c. Uji
Koagulase Plasma
Satu mililiter
plasma darah kelinci dalam tabung reaksi dicampur dengan 1 ose
koloni bakteri, diinkubasikan pada 370C selama 24 jam.
Staphylococcus aureus akan meng-gumpalkan plasma darah kelinci.
b.
Penentuan
Aktivitas Hemolisin
Staphylococcus
aureus ditanam pada plat agar darah
(agar base, Oxoid, Jerman), dan selanjutnya
diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 37ºC. Adanya aktivitas hemolisin
ditandai dengan adanya zona hemolisis pada plat agar darah
.Staphylococcus. aureus yang menghasilkan alfa-hemolisin akan membentuk
zona terang di sekitar koloni, yang
menghasilkan beta-hemolisin akan membentuk zona agak
gelap di sekitar koloni, dan yang menghasilkan
gama-hemolisin tidak membentuk zona hemolisis di sekitar koloni.
Sementara itu, kuman yang memproduksi kombinasi alfa-dan beta-hemolisin akan
tampak zona gelap dan terang di sekitar koloni.
c.
Uji
Hidrofobisitas
Bakteri
ditanam dalam 5 ml kaldu Brain infusión (BHI) dan
diinkubasikan pada 37ºC selama 24 jam. Kultur bakteri kemudian divortex,
dipindahkan kedalam tabung sentrifus dan disentrifus 5 menit pada kecepatan
5.000 rpm. Supernatan dibuang, dan pellet dicuci 3 kali dengan PBS.
Pellet bakteri
disuspensikan dengan larutan BaSO4, konsentrasi
10 8 sel bakteri per ml. Sebanyak 50 µl suspensi bakteri
dicampur dengan 50 µl Amonium Sulfat dengan konsentrasi 1,2M, 1,6, 2M, 2,4M
dan 3,2M pada objek glas, dan diaduk dengan tusuk gigi steril. Uji
hidrofobisitas dinyatakan positif bila terjadi agregasi bakteri yang tampak
seperti pasir putih setelah campuran diaduk
d. Uji
Hemaglutinasi
Darah
kelinci yang diambil dengan antikoagulan 0,2
M sodium sitrat pH 5,2, disentrifus dan dicuci dua
kali dengan 0,15 M NaCl. Suspensi sel darah
merah 2% dibuat dalam larutan 0,15 M NaCl. Sebanyak
20 µl suspense bakteri yang mengandung
sekitar 109 bakteri/ml dalam 0,15 NaCl dicampur dengan 20 µl suspensi sel
darah merah kelinci 2% di atas gelas obyek. Gelas objek digoyang selama
30 detik dan reaksi hemaglutinasi diamati
Tingkat hemaglutinasi dinyatakan sebagai berikut: ++ reaksi kuat, + reaksi sedang.
G.
Cara
Penularan dan resistensi antibiotic
a.
Cara
Penularan
Staphylococcus aureus banyak
bakteri yang dapat hidup di tubuh orang. Banyak orang yang sehat
membawa Staphylococcus aureus tanpa terinfeksi. Fakta, 25-30 % atau
1/3 bagian tubuh kita terdapat bakteri Staphylococcus aureus. Yang
terdapat pada permukaan kulit, hidung, tanpa menyebabkan infeksi. menyebabkan
infeksi. Ini dikenal sebagai koloni bakteri. Jika sengaja dimasukan dalam
tubuh melalui luka akan menyebabkan infeksi. Biasanya sedikit dan tidak
membutuhkan perawatan khusus, Kadang-kadang, Staphylococcus
aureus dapat menyebabkan masalah serius seperti luka atau pneumonia
(radang paru-paru)
Penularan
terjadi karena mengkonsumsi produk makanan yang mengandungenterotoksin
staphylococcus. terutama yg diolah dengan tangan, baik yang tidak segera
dimasak dengan baik ataupun karena proses pemanasan atau penyimpanan yang
tidak tepat. Jenis makanan tersebut seperti pastries, custard, saus
salad, sandwhich, daging cincang dan produk daging. Bila makanan
tersebut dibiarkan pada suhu kamar untuk beberapa jam sebelum dikonsumsi,
maka staphylococcus yang memproduksi toksin akan berkembang biak
dan akan memproduksi toksin tahan panas.
Masa
inkubasi mulai dari saat mengkonsumsi makanan tercemar sampai dengan
timbulnya gejala klinis yang berlangsung antara 30 menit sampai dengan 8 jam,
biasanya berkisar antara 2-4 jam.
b.
Resistensi
Antibiotik
Strain staphylococcus aureus yang
multiresisten telah banyak dilaporkan dengan frekuensi peningkatan resistensi
yang cukup tinggi termaksud resisten terhadap methicillin, lincosamide,
macrolide, aminoglikosida, atau kombinasi dari berbagai antimikroba
MRSA
(Methicillin-Resistant-Staphylococcus aureus) adalah penghambat
Staphylococcus aureus yang bersifat pekah terhadap methicillin dan
berhubungan beta-lactam zat antibiotic ( penisilin, oxacillin, amoxacillin).
MRSA sudah meningkatkan resistant yang tidak hanya ke beta-lactam zat
antibiotic, tetapi beberapa kelas zat antibiotic lainya. Beberapa MRSA adalah
bersifat resistan untuk satu atau dua antibiotic yang mencangkup
vancomycin. VRSA ( Vancomycin-Resistant Staph aureus) atau VRSA adalah
dapat memberikan zona hambat pada pertumbuhan bakteri S. aureus
H.
Cara Pengendalian Infeksi Staphylococcus
aureus
Untuk
pengendalian Staphylococcus aureus ( mencakup MRSA) melalui
human-to-human, walaupun beberapa dokter hewan sudah menemukan yang dapat
menyebabkan infeksi ke host, dengan pencemaran lingkungan. Penekanan
pada cuci tangan basis dasar teknik kemudian efektif mencegah
transmisiStaphylococcus aureus. Penggunaan sarung tangan dapat sehingga
mengurangi kontak skin-to-skin.
Penggunaan Alkohol telah
terbukti sanitizer melawan MRSA. Quaternary ammonium dapat digunakan bersama
dengan alkohol untuk membersihkan dan mencegahan infeksi nosocomial.
Nonprotein amino L-Homoarginine asam adalah suatu penghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus seperti halnya Candida albicans, hal ini diasumsikan
untuk;menjadi suatu antimetabolite arginine. BBC melaporkan bahwa suatu
penyemprotan alat penguap beberapa kotoran minyak ( mencakup pohon teh oil)
ke dalam atmospir mengurangi 90% peningkatan bakteri di udara dan
mengendalikan MRSA yang dapat menyebabkan infeksi/peradangan.
I.
Pengobatan
Pengobatan terhadap
infeksi S. aureus
dilakukan melalui pemberian antibiotik, yang
disertai dengan tindakan
bedah, baik berupa
pengeringan abses maupun nekrotomi.
Pemberian antiseptik lokal
sangat dibutuhkan untuk menangani furunkulosis (bisul)
yang berulang. Pada
infeksi yang cukup berat, diperlukan pemberian
antibiotik secara oral
atau intravena, seperti penisilin, metisillin, sefalosporin, eritromisin, linkomisin,
vankomisin, dan rifampisin. Sebagian besar
galur Stafilokokus sudah resisten
terhadap berbagai antibiotik
tersebut, sehingga
perlu diberikan antibiotik
berspektrum lebih luas
seperti kloramfenikol,
amoksilin, dan tetrasiklin.
J.
Toksin dan Enzim
S.
aureus dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuan berkembang biak
dan menyebar luas dalam jaringan dan melalui pembentukan berbagai zat
ekstraseluler. Beberapa zat ini adalah enzim, sedangkan yang lain diduga toksin,
meskipun berfungsi sebagai enzim kebanyakan toksin berada dibawah
pengendalian genetik plasmid atau DNA yang terbentuk cerkuler dan terdapat di
dalam kromosom.
Hemolisa : S. aureus dapat dibedakan
menjadi 3 jenis hemolisa yang disebut alfa, beta dan gama. Semua Hemolisa ini
antigennya berbeda. Hemolisa alfa dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah
kelinci dan domba dengan cepat hemolisa alfa disebabkan oleh jenis koagulase
positif dan penting dalam patogenesis infeksi pada manusia.
Koagulase : S.aureus menghasilkan
suatu kougulase protein yang mirip enzim yang dapat menggumpalkan plasma yang
telah diberi oksalat atau sitrat dengan bantuan suatu faktor yang terdapat
dalam banyak serum. Faktor serum bereaksi dengan kougulase untuk menghasilkan
enterase dan menyebabkan aktifitas pembekuan. Kougulase dapat mengendapkan
fibrin pada permukaan S. aureus. S.aureus membentuk kougulase positif
dianggap mempunyai potensi menjadi patogen invasive.
Selain
memproduksi koagulase, S. aureus juga dapat memproduksi berbagai toksin,
diantaranya :
1. Eksotoksin-a yang sangat beracun 2. Eksotoksin-b yang terdiri dari hemosilin, yaitu suatu komponen yang dapat menyebabkan lisis pada sel darah merah. 3. Toksin F dan S, yang merupakan protein eksoseluler dan bersifat leukistik. 4. Hialuronidase, yaitu suatu enzim yang dapat memecah asam hyaluronat di dalam tenunan sehingga mempermudah penyebaran bakteri ke seluruh tubuh. 5. Grup enterotoksin yang terdiri dari protein sederhana. (Supardi dan Sukamto, 1999). Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia dan mastitis pada manusia dan hewan.
Katalase : S.aureus menghasilkan
katalase yang mengubah hydrogen perioksida
K.
Isolasi
Dan Diagnose
Specimen
ditanam pada media isolasi Blood Agar Plate dan mannitol Salt Agar Plate
- Masuk incubator 370 C, selama 24 jam
Hari 2
:
- Koloni yang tersangka staphylococcus
dari Blood Agar Platen dan Mannitol Salt Agar dibuat praeparat, dilakukan
pewarnaan gram
- Kalau betul staphylococcus Gram (+),
kemudian ditanam pada media Loeffler Serum, Nutrien agar, D-Nase agar dan
mannitol.
- Semuanya masukan ke incubator 370 C, selama 24 jam
Hari 3
:
- Diamati dan dicatat pertumbuhan di
media
- Loeffler serum : berwarna kuning
- Nutrien agar :dikerjakan Coagulase
test atau staphylase test
- D-Nase agar : dikerjakan D-Nase test
- Gula mannitol : asam, dikerjakan
catalase test
- Kemudian hasil pengamatan media dan
test-test tersebut dibandingkan dibandingkan dengan sifat-sifat cultural dan
biochemisnya serta tabel, untuk ditemukan dignosa.
Hari 4
Amati hasil media Muller Hinton agar untuk uji
sensitivitas. Dan Inkubasi 370C, 24 jam
Uji Sensitivitas : Diameter zona hambat - Sensitif : > 16mm - Intermediet : > 13-15mm - Resisten : > 13mm
SKEMA
PEMERIKSAAN
BAKTERI
STAPHYLOCOCCUS AUREUS
Tipe-Tipe
Penyakit-Penyakit Yang Disebabkan Oleh S.aureus
Infeksi-infeksi Staph
dari kulit dapat berlanjut ke impetigo (pengerasan dari kulit)
atau cellulitis (peradanagn dari jaringan penghubung dibawah kulit,
menjurus pada pembengkakan dan kemerahan dari area itu). Pada kasus-kasus
yang jarang, komplikasi yang serius yang dikenal sebagai scalded skin
syndrome (lihat dibawah) dapat berkembang. Pada wanita-wanita yang
menyusui, Staph dapat berakibat pada mastitis (peradangan payudara)
atau bisul bernanah dari payudara. Bisul-bisul bernanah Staphylococcal dapat
melepaskan bakteri-bakteri kedalam susu ibu.
Ketika bakteri-bakteri
memasuki aliran darah dan menyebar ke ogan-organ lain, sejumlah infeksi-infeksi
serius dapat terjadi. Staphylococcal pneumonia sebagian besar
mempengaruhi orang-orang dengan penyakit paru yang mendasarinya dan dapat
menjurus pada pembentukan bisul bernanah didalam paru-paru. Infeksi dari
klep-klep jantung (endocarditis) dapat menjurus pada gagal jantung.
Penyebaran dari Staphylococci ke tulang-tulang dapat berakibat pada
peradangan yang berat/parah dari tulang-tulang dikenal
sebagai osteomyelitis. Staphylococcal sepsis (infeksi yang
menyebar luas dari aliran darah) adalah penyebab utama dari shock (goncangan)
dan keruntuhan peredaran, menjurus pada kematian, pada orang-orang dengan
luka-luka bakar yang parah pada area-area yang besar dari tubuh.
Keracunan makanan
Staphylococcal adalah penyakit dari usus-usus yang menyebabkan mual, muntah, diare,
dan dehidrasi. Ia disebabkan oleh memakan makanan-makanan yang dicemari
dengan racun-racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala-gejala
biasanya berkembang dalam waktu satu sampai enam jam setelah memakan makanan
yang tercemar. Penyakit biasanya berlangsung untuk satu sampai tiga hari dan
menghilang dengan sendirinya. Pasien-pasien dengan penyakit ini adalah tidak
menular, karena racun-racun tidak ditularkan dari satu orang kelainnya.
Toxic shock
syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh racun-racun yang
dikeluarkan bakteri-bakteri Staph aureus yang tumbuh dibawah kondisi-kondisi
dimana ada sedikit atau tidak ada oksigen. Toxic shock syndrome
dikarakteristikan oleh penimbulan tiba-tiba dari demam yang tinggi, muntah,
diare, dan nyeri-nyeri otot, diikuti okeh tekanan darah rendah (hipotensi), yang dapat menjurus pada guncangan
(shock) dan kematian. Mungkin ada ruam kulit yang menirukan terbakar sinar
matahari, dengan terkupasnya kulit. Toxic shock syndrome pertamakali
digambarkan dan masih terjadi terutama pada wanita-wanita yang bermenstruasi
yang menggunakan tampons.
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
Staphylococcus
aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak berspora
dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus dan tersusun seperti buah anggur.
Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media
agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0 mm dengan koloni
berwarna kuning.
B. Saran
Semoga makalah yang
sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membaca dan
memerlukannya.
C. Daftar
Pustaka
Anonim. 2003. Bakteriologi
Medik. Malang. FK Universitas Brawijaya, Tim Kikrobiologi FK UNIBRAW
Anonim. 2008. Penuntun Praktikum
Mikrobiologi Dasar. Purwokerto. Laborataorium Mikrobiologi Fakultas Biologi
Prof. Dr. D.
Dwidioseputro. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta. Djambatan
Drs. Koes Irianto.
2008. Mengenal Dunia Bakteri. Bandung. PT Pringgandani
Suwito Widodo.2010.Bakteri Yang
Sering Mencemari Susu:Deteksi,Patogenesis dan Epidemologi,Dan Cara
Pengendalianya.
Soemarno. Isolasi
Dan Identifikasi Bakteri Klinik. Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta.
Depdiknas
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Halo kakak :)
BalasHapusNamaku Sulistia Ningsih Limbong.
Aku juga seorang analis dari Poltekkes Negeri Medan.Mari berteman kakak :)